One of the reason that I want to go so much to that country is, the collection of its book. At the first time when I visited that country, I was so impressed with its bookstores. Usually they were large at scale, and contained with a lot of books that you couldn’t find in Jakarta. And I still felt the same way about it at my latest presence on that country..
Too bad, I didn’t come to the largest bookstore there like my friend suggested me (the name of the store is ‘B’, to be exact), since I had to divide my time to go on shopping other things and seeing heritages as well. And not to mention that my cousin came to join me in the 3rd day, and his preference on enjoying another entertainment as well (especially ‘night entertainment’) also influenced me to go with him and ignored my motivation to go to every bookstore that I meet along the way.. he..he..
Sebenernya sih di Jakarta pun juga banyak toko-toko buku yang besar-besar. Tapi, sayangnya nih, kadang-kadang koleksi buku-buku sastra-nya agak kurang. Baik lokal, interlokal, regional, mau pun internasional. Untuk buku fiksi misalnya, masih banyak dijual berupa buku-buku yang ’light reading’ ato yg ’popular’. Kalo untuk buku-buku yang bersifat praktek, teknis, mau pun textbook keilmuan, baik di Jakarta mau pun di negara itu has the same condition and the same quality, I guess..
Mungkin, ini juga dipengaruhi oleh kegemaran banyak orang di negara itu untuk membaca. Saya kadang-kadang melihat, di tepi taman, mereka duduk sambil membaca. Demikian pula di restoran, ato bahkan kadang-kadang di bis mau pun di subway. Dan kalo saya perhatikan, buku-buku yang mereka baca itu adalah fiksi-fiksi sastra yang sering dinilai oleh para kritikus dengan quality minimum ”a must read”..
Di Jakarta, saya belum bisa menjumpai fenomena ini. Even I really couldn’t encourage myself to do such a thing like that. Sebagai contoh, saya sering bosan menunggu antrean ATM yang membludak di gedung kantor saya tiap kali tanggal gajian. Akhirnya setelah beberapa kali mengalami hal tersebut, I decided to read a book while queuing on the ATM area. You know what? One of my friend who saw me reading just said, “Ya ampun, lo serius amat sih! Hepi-hepi dikit kek..” Saya langsung keok dan membatalkan niat saya untuk membaca sambil ngantri.. he..he..
Juga misalnya kalo berjalan dari tempat parkir ke gedung kantor (yang jauhnya bujubuneng), saya sering berjalan sambil membaca, just to fill the spare time, instead of just walking by. Tapi, kok (entah mungkin ini cuman perasaan saya saja) I felt a lot of people were staring at me like I was the kind of Alien that came from Mars or Jupiter.. he..he.. So, again, I’ve decided not to do that thing anymore.
Tapi, untuk skala yang lebih nasionalnya, kita bisa lihat dari perpustakaan nasionalnya. Di negara tersebut, perpustakaan nasionalnya bener-bener KEREN SEKALI! Dan kumplit! Saya sampe ternganga-nganga ketika melihat bangunannya dan melihat koleksi yang dimilikinya. I thought at the first time it was the building of one mall, soalnya hi-tech sekali. Dan saya langsung memelas kalo mengingat gedung perpustakaan nasional yang ada di Jakarta. Saya pikir juga, nggak usah perlu jauh-jauh untuk membahas sampai ke koleksinya..
Gak heran kalo negara tersebut jadi maju banget. Saya juga yakin, salah satunya karena kegemaran membaca, dan bagaimana negara tersebut meng-encourage penduduknya untuk punya taste kesusasteraan yang baik. Gemar membaca nilai sastra dapat meningkatkan nilai budaya dari para individu, yang juga akhirnya bisa meningkatkan etos kerja dalam profesi yang dijalaninya (dengan pengasahan pikiran yang tajam). Bukan hanya melulu dijejali dengan bacaan teknis dan textbook saja, tapi seorang profesional dengan etos kerja yang baik harus juga mengerti nilai-nilai humanistis yang biasanya banyak terdapat dalam karya-karya sastra.. itu sih kata ahli sastra peraih Nobel.. bukan saya lah.. he..he..
I remembered before leaving that country after my vacation was over, I saw the slogan on the public leaflet “Month of Reading”, and the leaflet also listed some kind of literatures that the government suggested people to read, also the bookstores gave a discount of 20-30% for any purchasing of the literatures that were listed by the government (along the line of “Month of Reading”)..
And when I arrived in Jakarta.. The Indonesian government was still battling around with the protester regarding the upraising of oil price..
That’s why they really did not have any idea to make “A Month of Reading” perhaps..
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Arsip Blog
-
▼
2008
(29)
-
▼
Juni
(8)
- VACATION (8): TERNYATA UNTUK HAL ITU PUN.. KITA MA...
- VACATION (7): SEBENARNYA INDONESIA LEBIH BAGUS, TA...
- VACATION (6): BIAR BANYAK YANG GAK MINAT JADI MILI...
- VACATION (5): PUBLIC TRANSPORTATION IN THAT COUNTR...
- VACATION (4): BOOKS & READING..
- VACATION (3): CAN’T TALK IN A FOREIGN LANGUAGE? JU...
- VACATION (2): WANNA HAVE A BEST RESULT? LEAVE YOUR...
- VACATION (1): PRIDE & PREJUDICE..
-
▼
Juni
(8)
About me..
- The Heart is A Lonely Hunter
- I've been passing time watching trains go by.. All of my life, lying on the sand watching seabirds fly.. wishing there would be, someone's waiting home for me..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar