For those who know my parents and my grandparents very well.. please don’t tell them about this article.. ;P
Driving Miss Daisy adalah film keluaran tahun 1989, yang memenangkan Oscar sebagai Film Terbaik, dan memberikan Oscar untuk Jessica Tandy (in the age of 80, waktu itu) sebagai aktris terbaik. Miss Daisy (Jessica Tandy) adalah seorang janda yang tinggal sendiri di rumah miliknya. Menurut anaknya, kelakuan Miss Daisy ini semakin super sensitif ketika usianya bertambah tua. Maka, untuk mengatasi hal ini, anaknya memperkerjakan supir pribadi untuk Miss Daisy (diperankan dengan brilian oleh Morgan Freeman), yang selain berfungsi sebagai sarana transportasi juga dapat menjadi teman yang ‘sangat memahami’ kerewelan orang-orang tua seumurnya. Film itu menceritakan hubungan persahabatan yang manis antara Miss Daisy dengan Pak Supir yang berkulit hitam, termasuk kepasrahan Pak Supir menerima kebawelan Miss Daisy.
Melihat film itu, saya langsung berpikir.. apa iya sih, orang kalau makin tua, makin jadi bawel dan super sensitif serta berkelakuan aneh-aneh?
Ya pengamatan terdekat pastinya.. dari keluarga sendiri dong.. he..he..
Tengok nenek saya (dari pihak Ibu). Perasaan sih sekitar 10-15 tahun yang lalu nenek saya ini biasa-biasa aja sifatnya. Tapi begitu menginjak usia ke-80, hingga sekarang diusianya yang ke-86, super sensitifnya muncul entah dari arah mata angin yang mana. Misalnya, pernah suatu hari saya begitu sibuk membaca materi pekerjaan di rumah pada akhir pekan, sehingga tidak menyadari beliau berada di dekat saya saat itu. Sekitar 10 menit kemudian, tiba-tiba beliau balik ke kamar dan terdengar suara isak tertahan tak beberapa lama. Saya pun buru-buru masuk ke kamarnya karena panik. Tahu apa yang dia katakan? “Saya salah apa? Kenapa saya tidak disapa tadi pada saat saya di dekat kamu?” Alamakjaaann.. lah wong orang lagi gak nyadar jeh. Ya mbok saya dicolek kek gitu, diinjek kek, apa kek, biar nyadar.. gak perlu lah pake terisak-isak dan membuat saya sampe filing gilti ke langit ketujuh..
Ya.. tapi itulah orang yang sudah tua.. he..he..
Juga tengok lagi nenek saya (dari pihak Bapak), yang pada suatu hari tanpa pemberitahuan muncul di rumah saya dengan membawa oleh-oleh dari Surabaya (beliau habis pergi dari sana). Dulunya sih nenek saya ini orangnya gak pernah ributan, tapi menginjak usia ke-80, hingga sekarang diusianya yang ke-83, ternyata sifat ributnya mulai tampak. Tante saya yang nganter nenek saya ke rumah saya ini berkilah, “Haduh, ini ributnya tiap hari minta dianter kesini. Udah deh, mendingan sekarang aja saya anter, daripada berabe!” Bapak saya yang ngliat oleh-oleh yang dibawa mak-nya itu malah berujar, “Ini kok kayaknya antara oleh-oleh dan ongkos perginya (sekitar 100 Km pulang pergi dari rumah saya ke rumah) agak-agak gak imbang ya?” Saya langsung ngakak.. Aduh Beh.. Beh.. ya tolong dong.. nenek-nenek gitu loh, manalah keburu make analisis cost-benefit segala?
Tapi Bapak saya juga tidak luput dari ‘sindroma’ ini..
Dulu beliau juga kayaknya santai-santai aja dalam berurusan dengan yang namanya ‘energi’. Tapi begitu menginjak usia yang ke-60, tiba-tiba beliau langsung jadi over-acting. Pemakaian listrik harus hemat! Kalau coba-coba meninggalkan kamar dalam keadaan lampu dan AC nyala, walau hanya sebentar (karena ke WC atau lain hal), tiba-tiba langsung dimatikan! Membuat saya jadi il-fil dan pengen pindah ke Finlandia (biar jauh banget maksudnya dari Jakarta.. he..he..)! Belum lagi kalau ada petirbergemuruh, tanpa basa-basi langsung seluruh listrik rumah dimatikan! Dan, saya berasa jadi hidup di jaman The Flintstones! Aduh, Beh, ini kalau sampeyan udah umur 70-an ke atas, saya harus setabah apa lagi ya? He..he..
Suatu hari, saya liat di artikel majalah yang membahas tentang kehidupan di rumah jompo. Salah satu orang di rumah jompo itu diwawancara. Kata orang itu, dia masuk ke rumah jompo karena murni keinginannya. Anak-anaknya melarang. Tapi dia tahu, bahwa orang tua seperti dia pasti jadi super sensitif dan dapat menjadi beban bagi anak-anaknya. Selain itu, berkumpul bersama sesama jompo yang juga sama-sama super sensitif, juga menjadi hiburan tersendiri bagi lingkup pergaulan sosialnya. Anak-anaknya pun memberi syarat, boleh tinggal di rumah jompo, tapi setiap akhir pekan harus bergiliran menginap di rumah anak-anaknya.
Saya sih gak kebayang menitipkan orang tua di rumah jompo. Rasanya kok ‘gimana gitu’ ya? Apalagi saya anak 1-1-nya. Tapi, saya bisa ngerti juga, bahwa rumah jompo itu bukan selamanya ‘solusi buruk’. Makanya, waktu itu saya sempet berujar ke Ibu saya yang sedang duduk di dekat saya ketika saya sedang membaca artikel tersebut, “Kadang-kadang, mungkin ada benarnya juga kali ya kalau orang tua itu tinggal di rumah jompo..”
Mendengar kata-kata saya itu, Ibu saya langsung mendelik, “Jadi, maksud lo, lo mau naro gue di panti jompo kalo udah tua?! Lo tuh anak durhaka banget sih?!!”
Loh.. loh.. emang saya ngomong apaan sih? Kok jadi kesitu-situ tanggepannya?
God.. my ‘Driving Miss Daisy’ show has just begun.. But it’s OK, as long as I don’t have to get a show of ‘Driving Miss Crazy’..
;P
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Arsip Blog
-
▼
2008
(29)
-
▼
November
(8)
- DRIVING MISS DAISY OR DRIVING MISS "CRAZY"?
- ONE FACTOR YOU SHOULD CONSIDER BEFORE ACCEPTING TH...
- BETWEEN EAST & WEST, DOES MOM REALLY KNOW THE BEST?
- BEAUTY, BRAIN & BEHAVIOUR (Suatu Studi Komparatif :P)
- THE SOUND OF (LEARNING) MUSIC
- THE RIGHT TIME TO TELL YOUR KIDS ABOUT S_X
- 8 HOURS OR NOT 8 HOURS, IS THAT A QUESTION?
- 30s, SUCCESS and BEING SINGLE, WHAT'S WRONG WITH T...
-
▼
November
(8)
About me..
- The Heart is A Lonely Hunter
- I've been passing time watching trains go by.. All of my life, lying on the sand watching seabirds fly.. wishing there would be, someone's waiting home for me..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar