Rabu, 21 Januari 2009

Who Wants to be a 'Slumdog Millionaire'?

Bila Anda seorang gelandangan (slumdog) dan mengikuti kuis ’Who Wants to be Millionaire?” lalu menang telak sampai limit teratas, adakah orang yang percaya? Mengingat bahwa slumdog itu identik dengan kebodohan dan kemiskinan, mungkinkah orang bodoh dapat menjawab seluruh pertanyaan dalam kuis tersebut dengan sempurna?
Itulah yang terjadi pada Jamal (diperankan dengan baik oleh Dev Patel), yang sempat dijebloskan ke tahanan polisi oleh pihak pengelola kuis untuk diinvestigasi agar mengakui kecurangannya dalam menjawab pertanyaan dengan benar. Dalam sesi investigasi itulah mengalir cerita pengalaman hidup Jamal mulai dari kecil hingga dewasa, yang berhasil menghantarkannya untuk menjawab setiap pertanyaan kuis dengan benar.

Film ini 100% dibintangi oleh aktor dan aktris India, dan melalui film ini kita dapat melihat gelapnya sisi kehidupan di Mumbai (India) melalui alur dan gaya penggarapan flash-back yang sangat orisinil. Bisa jadi film ini dapat menembus Oscar sebagai film terbaik, yang mungkin juga sekaligus pembuktian bahwa (lagi-lagi) di tangan orang asing (film ini disutradarai dengan ciamik oleh Danny Boyle, dari Inggris), barulah Asia dapat bangkit dan memperoleh pengakuan internasional. Tanpa itu? Nanti dulu kali yaa.. hehehehe..

Well, apakah Jamal dapat melanjutkan keberhasilannya di kuis tersebut? Dan, apakah sesungguhnya dia berlaku curang atau jujur dalam menjawab pertanyaan kuis dimaksud?
Anda dapat temukan jawabannya sendiri..

Senin, 05 Januari 2009

I'm still curious about.. "The Curious Case of Benjamin Button"

Hampir 3 jam saya habiskan untuk menonton ‘The Curious Case of Benjamin Button”, dan saya salut dengan F. Scott Fitzgerald, sang sastrawan dari Amerika, karena punya visi tersendiri tentang bagaimana memainkan fantasi yang berhubungan dengan waktu.

Singkirkan fantasi Anda mengenai mesin waktu dan penjelajahan waktu di masa lalu dan masa depan. Sekarang, bayangkan apabila Anda dilahirkan dalam keadaan tua, dan mati dalam keadaan bayi. Yes! Fantasi itulah yang dimainkan oleh Fitzgerald dan menginspirasi David Fincher untuk menyutradrai film yang diadaptasi dari karya sastra Fitzgerald dengan judul yang sama.

Ketika lahir, Benjamin (Brad Pitt) memiliki fisik yang tua, seperti orang berumur 80 tahun, namun dengan tinggi badan yang mini seperti anak kecil. Ia mengalami kasus penyakit yang langka (yang saya yakin juga tidak ada di kamus kedokteran belahan planet mana pun). Ia tumbuh berkembang melawan kodrat alam. Seharusnya semakin tua, orang akan semakin renta, justru ia semakin tua malah fisiknya menjadi semakin muda.

Perjalanan hidupnya dengan keterbatasan fisik tersebut sangat berliku. Kisah cinta sejatinya dengan Daisy (Cate Blanchett) pun juga tak kalah serunya. Bayangkan ketika mereka masih muda, Daisy yang masih imut-imut di umurnya yang 10 tahun, harus berkawan dengan Benjamin yang berfisik tua renta tapi berbadan mini. Juga ketika Daisy yang lagi haus-hausnya menenggak kehidupan remaja di umur 20-30-an, harus beradaptasi dengan Benjamin yang berfisik di umur 50-60-an. Namun, seperti halnya kurva ekuibrilium ekonomi (dimana permintaan dan penawaran bertemu dalam titik yang sama), mereka sangat menikmati kehidupan romantisme mereka di umur 40-an (karena keduanya sama-sama berada dalam usia dan kondisi fisik yang sama). Dan, problem kembali muncul ketika Daisy beranjak semakin tua, dan Benjamin malah beranjak semakin muda.

Walau pun terkesan impossible, cerita yang dihadirkan dalam film ini sangat orisinil. Kualitas akting Pitt dan Blanchett juga menjadi kunci keberhasilan yang cukup penting (I can never imagined that Blanchett could be a.. ballerina?). Yang juga memukau adalah, ilusi dari faktor make-up. Lihatlah Brad Pitt (yang menurut saya tetep keren dalam make-up apa pun) dalam sapuan make-up tua renta terlihat seperti benar-benar tua renta, dan dalam sapuan make-up muda belia terlihat seperti remaja umur 20-an. Juga demikiannya dengan regradasi kulit Blanchett yang sesuai dengan pertambahan umurnya. Film ini juga berhasil menghadirkan latar dekorasi yang apik (sesuai dengan tahapan cerita mulai dari tahun 1920 hingga 2000) dan tata musik yang mengalun selaras (dari sang maestro, Alexander Desplat).

Mungkin cerita film ini terkesan bertele-tele (dan seharusnya dapat dipersingkat melalui proses editing yang selektif), but we don’t have to be so curious about the movie in a whole, since it just wants to tell us that.. ‘love will find a way’..

About me..

Foto saya
I've been passing time watching trains go by.. All of my life, lying on the sand watching seabirds fly.. wishing there would be, someone's waiting home for me..